SOKOGURU, Jakarta- Untuk mengatur penyesuaian dalam ekspor komoditas pertambangan dan kehutanan, Menteri Perdagangan Budi Santoso menerbitkan dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag).
Dua Permendag yang ditetapkan pada 6 Maret dan mulai berlaku pada 10 Maret 2025 itu yakni, pertama, Permendag Nomor 8 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor.
Kedua, Permendag Nomor 9 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Mendag Busan, sapaan akrab Budi santoso menyebut, kedua Permendag itu akan menjadi katalisator untuk meningkatkan ekspor Indonesia dan memberikan dampak positif kepada perekonomian nasional.
Baca juga: UMKM yang Sudah Siap Dapat Diikutkan dalam program UMKM BISA Ekspor
Ia pun berharap aturan baru ini akan semakin mempermudah dan fasilitatif bagi pelaku usaha dalam melakukan ekspor. Kedua Permendag itu bertujuan untuk memperjelas aturan ekspor, memberi kemudahan bagi pelaku usaha, serta menyelaraskan kebijakan-kebijakan dengan instansi terkait.
“Kami harap, kedua Permendag dapat semakin memberi kepastian ekspor bagi eksportir,” ujar Mendag Busan dalam keterangan resmi Kemendag, Senin (17/3).
Akomodasi Ekspor Mineral Akibat Kondisi Kahar
Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim menyampaikan, Permendag 8/2025 mendukung kebijakan hilirisasi bagi para pelaku usaha di sektor pertambangan.
Melalui Permendag itu, pemerintah berupaya menjaga keberlanjutan investasi dan percepatan hilirisasi mineral di dalam negeri. Pemerintah pun memberikan ruang bagi eksportir produk pertambangan hasil pemurnian yang bernilai tambah seperti titanium slag.
Baca juga: Kemendag Kolaborasi dengan UNS untuk Kembangkan UMKM Berorientasi Ekspor
“Dengan revisi ini, ekspor produk pertambangan yang telah melalui proses pemurnian seperti titanium slag, dapat berjalan lebih optimal sehingga memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional,” ujarnya.
Melalui Permen tersebut, lanjut Isy, pemerintah mau memastikan kebijakan ekspor mendukung hilirisasi. Kebijakan ekspor juga tetap memberi kepastian dan kemudahan bagi eksportir dalam mengurus perizinan berusaha.
Selain itu, melalui Permendag tersebut, pemerintah mengakomodasi ketentuan ekspor bagi perusahaan yang telah menyelesaikan pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam, namun menghadapi kendala operasional di luar kendali mereka akibat kondisi kahar.
Hal itu memberi kesempatan bagi eksportir produk pertambangan hasil pengolahan, berupa konsentrat tembaga, untuk dapat melaksanakan ekspor, selama tetap menjalankan proses penyelesaian perbaikan akibat keadaan kahar.
Revisi ini menetapkan rentang waktu yang jelas untuk pengajuan perpanjangan perizinan berusaha dan menghapus kewajiban melaporkan perubahan dalam 30 hari sehingga menghilangkan sanksi terkait. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 6B, yaitu pasal tambahan yang disisipkan antara Pasal 6A dan Pasal 7.
“Kami memahami, dalam proses pembangunan dan operasional fasilitas pemurnian, ada kondisi-kondisi di luar kendali pelaku usaha yang dapat menghambat produksi dan ekspor. Permendag 8/2025 dirancang dengan memberikan fleksibilitas akibat kondisi kahar tanpa mengurangi komitmen terhadap hilirisasi. Eksportir tetap dapat mengajukan permohonan perizinan seperti sebelumnya sehingga tidak ada hambatan bagi pelaku usaha,” imbuh Isy.
Baca juga: Cetak 1.097 Eksportir Baru, LPEI Diminta DPR Dorong Daya Saing UMKM Secara Global
Perkuat Konservasi Flora dan Fauna
Sementara itu, Isy mengungkapkan, salah satu tujuan Permendag 9/2025 adalah memperkuat konservasi spesies tumbuhan alam, satwa liar, dan ikan dilindungi.
Revisi itu merupakan wujud pemenuhan komitmen Indonesia terhadap pemanfaatan spesies yang termasuk Appendiks CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Wild Fauna and Flora) dan non-CITES atau Perlindungan Terbatas.
“Pemerintah ingin memastikan kebijakan ekspor tetap memperhatikan status konservasi, yakni terkait jumlah populasi spesies tersebut di alam. Jika semakin sedikit populasinya, pemanfaatannya pun akan semakin dibatasi,” tegasnya.
Sebelumnya, Konferensi Tingkat Tinggi (COP) CITES ke-19 pada November 2022 memutuskan bahwa jenis ikan hiu dan pari dari famili Carcharhinidae, Sphyrnidae, Rhinobatidae, dan Neoceratodontidae secara resmi dimasukkan dalam daftar Appendiks II CITES. Hal ini pun menjadi keputusan penting di bidang konservasi. Appendiks II CITES merupakan daftar spesies yang belum terancam punah, namun berpotensi terancam jika perdagangannya tidak diatur.
Sebab itu, pemerintah perlu mengatur perdagangan komoditas ini untuk menjaga kelestarian dan mencegah kelebihan eksploitasi.
“Langkah ini menunjukkan upaya pemerintah dalam melindungi keanekaragaman hayati laut Indonesia,” kata Isy.
Permendag 9/2025, tambahnya, diperlukan untuk memperkuat perlindungan terhadap Ikan Sidat (Anguilla spp.), jenis ikan yang bernilai ekonomi tinggi di luar negeri, namun jumlah di Indonesia terbatas.
Revisi itu dilakukan untuk menyelaraskan kebijakan dan pengaturan perdagangan dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 80/Kepmen-KP/2020 tentang Perlindungan Terbatas Ikan Sidat (Anguilla spp.).
Di sisi lain, Permendag 9/2025 juga akan memperkuat regulasi kratom, khususnya untuk meningkatkan kualitas dan kepastian berusaha bagi eksportir.
Aturan itu ditujukan untuk memastikan akurasi kapasitas mesin penggiling kratom serta Persentase Hak Ekspor Kratom (PHEK). Penyesuaian juga mencakup persyaratan pengecualian kratom untuk pameran dan impor yang diekspor kembali di kawasan pabean atau Tempat Penimbunan Sementara (TPS).
“Beberapa penyesuaian kriteria teknis juga dilakukan untuk memastikan kratom bebas kontaminasi bakteri, merujuk pada Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 29 Tahun 2023. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam meningkatkan kualitas produk kratom dan memberikan kepastian berusaha bagi eksportir,” pungkas Isy. (SG-1)